Van den Bosch dan Sisa Mahakaryanya
Terhitung saat ini sudah sekitar kurang lebih hampir 200 tahun pasca pemerintahan kolonialis Van den Bosch, bumi Nusantara sudah tidak lagi berada dibawah payung kolonialisme, akan tetapi sisa sisa mahakarya dan kisah pada masa itu masih abadi hingga saat ini. Sekitar 2 bulan yang lalu saya telah berkunjung ke salah satu situs sejarah yang merupakan salah satu mahakarya dari masa pemerintahan Van den Bosch ini, orang – orang kerap menjulukinya dengan nama Benteng Pendem. Bukan tanpa alasan situs ini ternamai semacam itu, karena memang lokasi utama benteng ini berada di tengah-tengah tanah yang lebih tinggi, sehingga terlihat seperti terpendam. Benteng, jika kita menarik pengertianya menurut KBBI adalah sebuah bangunan untuk berlindung, lantas ada kisah apa sehingga dibangunnya benteng pendem ini sangat menarik untuk dibahas pada tulisan saya kali ini.
Seperti yang telah diketahui, bahwa indonesia pada masa pra kemerdekaan telah melalui masa kolonialisasi oleh beberapa bangsa, akan tetapi bangsa yang paling lama dan paling banyak meninggalkan situs dan kisah sejarah adalah bangsa Belanda. Kolonialisasi yang dilakukan bangsa Belanda dalam waktu kurun lebih dari 3 Abad (masih diperdebatkaan) tentu telah mengalami beberapa kali pergantian pemimpin tertinggi tanah jajahan atau Gubernur Jendral. Salah satu Gubernur Jnedral yang terkenal adalah Johannes Van den Bosch yang dimana pada masa pemerintahaannya membuat beberapa kebijakan yang fenomenal.
Van den Bosch dan Tanam Paksa
Potret Johannes Van den Bosch |
Dilahirkan di Herwijnen bagian dari provinsi Gerderland, Belanda pada taanggal 2 Februari 1780. Berkarir dalam militer, Van Den Bosch muda pernah datang ke tanah nusantara pada masa sebelum pemerintahan Daendels. Pada tahun 1797 kapal yang membawanya sampai di tanah Nusantara, dan pada saat itu dia masih berpangkat Letnan. Namum pada 1810 dia dipulangkan dikarenakan berbeda pemahaman dengang gubernur jendral pada saat itu (Daendels) , dalam perjalanan pulang kapal yang ditumpanginya ditawan oleh Britania, yang membuat dia harus tinggal di inggris selama kurang lebih dua tahun. Pasca Eropa bangkit melawan dominasi perancis pada tahun 1813, karir Van den Bosch melesat naik, bahkan pernah memegang jabatan Polisi Militer tertinggi di Belanda. Di kala namanya sedang naik Van den Bosch mendapat tugas dari raja William I, ia diberi tugas untuk pergi ke hindia timur dan mereorganisasi struktur ekonomi di wilayah tanah koloni tersebut, mengingat pada saat itu eknomoni Kerajaan Belanda sangat berantakan.
Perang jawa yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro menyebabkan merosotnya kas pemerintahan Belanda. Perang yang berlangsung selama 5 tahun, antara 1825 sampai 1830 benar benar membuat pemerintah belanda kususnya di daerah kolonial sangat kewalahan. Ditambah di sisi lain juga terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh rakyat Belgia kepada pemerintahan kerajaan Belanda yang pada saat itu dipimpin oleh raja William I, pemberontakan yang terjadi selama sembilah tahun ini memperburuk kas keuangan kerajaan belanda hingga merosot sampai paling dasar. Dalam kondisi pemerintah kerajaan belanda terus mencari cara bagaimana agar dapat keluar dari masalah tersebut. Pendapat dan usulan telah dikemukakan oleh para tokoh petinggi pemerintahan, salah satunya adalah Van den Bosch. Pada tahun 1829 Van den Bosch menajukan usulan kepada raja William I, menurut Van den Bosch untuk keluar dari masalah tersbut harus diterapkan sistem cultuurstelsel ( Tanam Paksa ) ditanah jajahan. Konsepsi dari sistem ini adalah menjadikan tanah jajahan sebagai media untuk menanam tanaman yang laku di pasar global, dalam artikasarnya sistem ini menggunakan daerah jajahan sebagai sapi perah, yang diekploitasi untuk kepentingan pemerintah kerajaan. Raja Williem akhirnya tertarik dan setuju dengan konsepsi yang diusulkan oleh Van den Bosch, sehingga tepat pada saat perang jawa berakhir (tahun 1830) Van den Bosch diangkat sebagai Gubernur Jendral Hindia Belanda.
Setelah Van den Bosch sampai di Hindia Belanda dan secara resmi menjabat sebagai gubernur tanah jajahan tersebut, sistem tanam paksa-pun mulai di realisasikan. Penduduk pribumi mulai dikenalkan dengan berbagai macam jenis tananaman yang akan laku di pasar global, tanaman itu sendiri digolongkan menjadi dua golongan, tanaman tahunan seperti tebu, tembakau, sedangkan tanaman keras seperti kopi,the ,kayu manis dan sebagainya. Sistem dalam tanam paksa ini mengharuskan setiap desa untuk menyisihkan 20% bagian ladangnya untuk ditanami komoditas ekspor seperti yan telah saya sebutkan diatas, lantas setelah panen komoditas tersebut harus di jual kepada pihak pemerintah koloni dengan harga yang telah di tentukan. Sedangkan nasib dari penduduk pribumi yang tidak lahan pertanian, diharuskan untuk bekerja selama 75 hari dalam setahun, sebagai bentuk pembayaran pajak, dalam praktiknya juga tanah yang ditanami komoditas ekspor tetap terkena pajak. Nasib buruk menimpa kepada penduduk yang tidak memiliki tanah sama sekali, mereka diharuskan bekerja selama satu tahun penuh. Hasil dari pratek tanam paksa yang di prakarsai oleh Van den Bosch ini memberikan sumbangan yang besar bagi kas pemerintahan belanda dan kolonial.
Isi dari Staatsblad yang memuat ketentuan Tanam Paksa |
Van Den Bosch dan Benteng Pendem
Potret Benteng Van den Bosch (Benteng Pendem) |
Benteng pendem dibuat pada tahun 1839 dan selesai pada 1845. Pembangunan benteng tersebut selang hampir sepuluh tahun pasca pemerintahan Van den Bosch, akan tetapi mengapa benteng tersebut dinamai dengan nama Van den Bosch?, menurut beberapa literasi yang telah saya baca, penamaan benteng tersebut sebagai bentuk penghormatan kepada Johannes Van den Bosch. Dalam masa pemerintahan Van den Bosch lah tanam paksa mulai direalisasikan sehingga dapat menutup kekurangan kas kerajaan belanda pada saat itu, mungkin Van den Bosch dianggap sangat berjasa.
Secara administratif lokasi benteng pendem sendiri terletak Kelurahan Pelem, Kecamatan Ngawi Kota, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Daerah benteng pendem sendiri berada dilokasi yang sangat strategis pada masanya, terletak di pertemuan sungai atau kalau dalam bahasa jawanya di sebut dengan tempuran, anatar sungai Bengawan Solo disebelah utara dan sungai Bengawan Madiun disebelah selatan. Pemilihan lokasi pada lokasi yang strategis bukan tanpa alasan, mengingat lokasi tersebut merupakan jalur transportasi air, sehingga memudahkan dalam hal mobilitas.
Semasa masih aktif dipergunakan benten ini dihuni tentara yang berjumlah sekitar 250 orang bersenjata bedil, 6 meriam dan 60 orang kaveleri. Pasca pemerintahan Van den Bosch, beberapa peerusnya menggunakan benteng ini sebagai pengawasan pelaksanaan tanam paksa. Bisadikatakan bahwa benteng pendem sendiri multifungsi, selain sebagai pertahanan militer maupun difungsikan sebagai non militer lainya.
Potret Salah Satu Gerbang Di Benteng Van den Bosch |
Hampir 200 tahun sudah pasca masa pemerintahan Van den Bosch, negeri yang dulunya sebagai bagian dari koloni pemerintahan kerajaan Belanda, saat ini sudah merdeka dan berdiri sendiri. Tanam paksa sudah tidak diberlakukan lagi, negara bisa dibilang sudah menerapkan sebuah sistem yang cukup adil, walaupun masi banyak penyelewengan dan pelanggaran di dalamnya. Terlepas dari sisi negatif terjadinya tanam paksa, secara sisi positif jika tidak diperlakukan tanam paksa mungkin akan susah untuk mengetahui jenis tanam dan cara menanam. Tapi penjajah tetaplah penjajah, semoga kejahatan dan penjajahan di atas dunia kita benar benar terhapukan.
Catatan: Haloo teman jika ingin mempergunakan opini/artikel yang berada di blog ini, Tolong di kasih link Sumbernya ya.. :} Follow : @dimardnugroho;