3 Kali Periode? Akankah Orba Terulang Kembali?


Wacana 3 periode belakangan ini telah menjadi trending topik di berbagai media sosial, dikuti dengan gerakan aksi yang telah berlangsung kian menambah panasnya situasi tentang wacana tersebut. Kenaiakan bbm dan sembako seolah – olah menjadi bahan pendukung gejolak masyarakat , bagaimana tidak, dikala masyarakat bingung mencari barang untuk memenuhi kehidupannya ditambah dengan issue politik tersebut menjadikan hal tersebut sebagai ajang untuk pemprotesan kepada pemerintah. Oleh hal tersbut masyarakat pun terbagi menjadi golongan, ada yang pro , ada yang tidak, di keduanya saling melempar dan beradu argument masing – masing sesuai opini mereka, tak sedikit juga yang akhirnya menimbulkan konflik horizontal dalam masyarakat.

Gerakan aksi aliansi mahasiswa yang terdiri dari berbagai universitas telah dilakukan, dengan menggelorakan beberapa tuntutan, dari mulai tuntutan untuk mengusut mafia minyak goreng, hingga mendesak presiden untuk bersifat tegas dalam menanggapi wacana 3 periode. Aksi yang berlangsung pada tanggal 11 April tersebut telah berhasil mengumpulan ribuan mahasiswa, yang berdampak kemacetan di daerah ibukota, hingga polda metro jaya membuat rekayasa lalu lintas untuk mengatasi tersbut.

Dilain sisi telah terjadi kejadian anarkis yang diamana dilakukan oleh massa. Ade Armando lah yang menjadi korban pengeroyokan oleh masa, yang dimana membuat dirinya babak belur, dilansir dari beberbagai informasi Ade dianiaya sekumpulan massa yang diduga bukan dari kelompok mahasiswa dia dianiaya hingga tersungkur ke aspal, bahkan hingga celana yang di kenakannya dilucuti oleh massa, dianiaya di depan Gedung DPR lantas ade pun di evakuasi ke tempat yang lebih kondusif. Dari kejadian tersbut patut di pertanyakan dari manakah oknum yang dikatakan bukan mahasiswa tersebut? Apa tujuan mereka sebenarnya? Atau mungkin bisa dikatakan demo tersebut di tunggangi beberapa oknum untuk memenuhi tujuan mereka.

Lantas bagaimana pandangan 3 periode menurut kacamata hukum?.tidak bisa dipungkiri bahwa Indonesia adalah negara hukum seperti yang tercantum dengan tegas pada pasal 1 Ayat 3 Undang Undang Dasar 1945 yang berbunyi “Negara Indonesia adalah negara hukum”.Hal itu dengan mutlak bahwa semua keputusan/perbuatan haruslah mengedepankan hukum yang berlaku. Kita di Indonesia menganut pandangan, bahwa hukum itu berada dimana mana dalam masyarakat, dalam instansi pemerintahan ,perusahaan perusahaan dan lain sebaginya yang terdapat dan terjadi dalam kehidupan masyarakat.

UUD 45 sendiri adalah konstitusi tertinggi yang ada di Indonesia, yang dimana sebagai Groundnorm atau norma dasar sebagai patokan peraturan atau undang – undang dibawahnya. Sangat tidak dibolehkan jika perancang undang – undang tidak melihat aspek dari groundnormnya , dan undang – undang yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan UUD sebagai konstitusi tertinggi. Ini sangat lekat dengan teory stufen bou yang dikemukakan oleh Hans Kelsen, yang dimana peraturan perundang undangan memiliki tingkatan atau hierarki ( pyramid ) setiap perarutan tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang memiliki hierarki di atasnya.

Dalam konteks penundaan pemilu, jika kita melihat dari UUD dalam pasal 22 E ayat 1 Undang – Undang dasar 45 yang berbunyi “Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali” tidak dapat dipungkiri bahwa pelaksanaan pemilu haruskah setiap 5 tahun sekali. Jikalau pemilu sampai di tunda maka hal tersebut sangat berbelok dengan konstitusi tertinggi Indonesia, dimana disini Indonesia adalah negara hukum, yang semua Tindakan harus dengan landasan hukum. Penundaan pemilu juga akan mengancam proses demokrasi Indonesia yang berpotensi memunculkan kepemimpinan yang otoritarian.

Wacana 3 periode presiden tidak mungkin terjadi, jika Indonesia masi berpegang teguh pada konstitusinya, dikatakan dalam pasal 7 UUD 45 berbunyi “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan” didalam pasal tersebut dikatakan bahwa presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama 5 tahun , yang kemudian setelah masa jabatan habis bisa dipilih kembali hanya untuk 1 kali masa jabatan. Di pasal tersebut terlihat jelas bahwa masa periode presiden hanya mentok 2 periode, jkalau ingin 3 periode maka harus mengubah pasal tersebut, namun jika tetap dilakukan tanpa adanya amendemen hal tersebut dapat dikatakan sebagai pelanggatran konstitusi, yang dimana sangat bertentangan dengan negara Indonesia yang termasuk negara hukum.

Selain itu di dalam dunia demokrasi modern telah di sepakati jika penguasa eksekutif hanya dapat memerintah 2 periode saja, dengan demikian terdapat pembatasan. Pembatasan tersebut mengacu pada dasar moral demokrasi yakni kekuasaan tidak dapat pada satu tangan saja, melaikan harus melebar luas. Menurut pendapat Abdul Ghafar Karim, apabila wacana 3 periodisasi peresiden di wujudkan maka akan menimbulkan persoalan baru. Ada risiko besar yang akan dihadapi oleh bangsa Indonesia. Sebab, semakin lama suatu kekuasaan maka kemampuan untuk mengumpulkan sumber daya menjadi lebih kuat. Dengan begitu, menjadikan kekuasan menjadi lebih absolut.

Jika kita melihat dari masa lalu, yang dimana sebeum amandemen Pasal 7 UUD 45, presiden dapat di pilih berkali kali, hingga akhirnya menimbulkan kekuasaan yang otoriter. Selama kurang lebih 32 tahun hanya satu presiden yang memimpin, hal tersebut sangat melenceng keluar konteks negara yang menjunjung demokrasi. Dalam masa tersebut juga telah terjadi banyak sekali pelanggaran demokrasi dan pelanggaran – pelanggaran lainya. Hal tersebut dikarenakan kepemimpinan yang cenderung berkuasa lama akan bertindak dengan semaunya dilhat dari sifat biooligis manusia memang seperti itu, manusia adalah makhluk yang tidak ada puasnya

Jika dikaitkan dengan fenomena akual saat ini , akan kan masa tersebut akan terulang kembali?, menengok wacana periode 3 kali telang dilambungkan dan penundaan pemilu telah juga di wacanakan, jika Indonesia perpegang teguh pada pendirian bahwa negara hukum dan berpegang teguh pada konstitusi hal tersebut tidak mungkinlah terjadi, walau besar kemungkinan terjadi jika diadakannya amandemen lagi.

Aspirasi masyarakat telah di lontarkan dengan aksi yang telah terjadi, mereka dengan tegas menolak hal tersebut, sebagai mana Indonesia adalah negara demokrasi , yang kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat , harusnyalah pemerintah menuruti apakata aspirasi rakyat, jikalau mereka menuruti keingian sebagian rakyat , terus apa gunanya negara demokrasi? Apagunanya wakil rakyat? 


Oleh : Dimard Nugroho 

Instagram : @dimardnugroho

Next Post Previous Post
1 Comments
  • Rumah Patang Empyak
    Rumah Patang Empyak 6 Februari 2023 pukul 02.00

    Masih ada beberapa kata yang harus diperbaiki kata demi kata, ada yg kelebihan huruf atau sebaliknya

Add Comment
comment url